Nurwansyah
A.  Secara Fisik Mekanik
Pembasmian  hama dan penyakit secara fisik dapat dilakukan melalui:
1.       Pemangkasan lokal ; bagian tanaman yang terserang dipotong atau  dipangkas, hasil pangkasan kemudian dikumpulkan di suatu tempat yang  terbuka dan aman, lalu dilakukan pembakaran. 
2.       Dicabut ; jika tanaman yang diserang dalam ukuran kecil (umur < 5  tahun atau bibit di persemaian) dan hampir semua bagian tanaman  terserang maka tanaman tersebut di cabut sampai ke akarnya kemudian  dikumpulkan di suatu tempat yang terbuka dan aman lalu di bakar. 
3.       Ditebang ; jika intensitas serangan tinggi (hampir semua bagian tanaman  diserang/>70 % bagian tanaman diserang) atau sudah sangat parah dan  tanaman berumur lebih dari 5 tahun, maka dilakukan tebangan D2 penyakit.  Prosedur penebangan mengikuti prosedur tebangan yang sudah ada.
4.      Dalam kegiatan pemangkasan dan  penebangan harus memperhatikan aspek keselamatan kerja dengan mengacu  pada prosedur kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang sudah ada.
5.      Penghalang isolasi adalah daya upaya  yang dijalankan untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit tanaman  berdasarkan peraturan perundang-undangan
6.      Pemberian abu kayu pada serangan  rayap
7.      Perlakuan panas
Pembasmian  hama dan penyakit secara mekanik dapat dilakukan melalui:
1.  Pengambilan menggunakan tangan. Dapat dilakukan pada jenis hama ulat dan  belalang, dengan intensitas serangan hama dalam skala kecil.
2.  Penangkapan bersama-sama oleh banyak orang (gropyokan-Jawa) pada  hama belalang.
3.  Pemasangan perangkap antara lain ; 
       Penggunaan lampu perangkap (light  trap) untuk hama penggerek batang pada fase kupu-kupu. Lampu  perangkap ini dipasang pada saat malam hari, peralatan yang diperlukan  berupa : kain putih 2 x 1,5 m, lampu bohlam/neon, dan nampan penampung  air. Kupu/ngengat yang diperoleh kemudian dimusnahkan. 
     Penggunaan perangkap kertas warna (colour  trapping) untuk hama lalat putih. Warna kertas yang digunakan bisa  berwarna kuning atau lainnya yang cerah. Kertas terlebih dahulu diberi  lem perekat atau racun tikus atau ter agar hama terperangkap pada kertas  tersebut.
B.  Penggunaan Pestisida 
1.  Biopestisida/Pesticida organik
Penggunaan  pestisida organik dapat berupa bakterisida atau insektisida yang  disesuaikan dengan jenis hama dan penyakit dan sesuai dengan dosis yang  dianjurkan (sesuai Lampiran buku petunjuk pengendalian hama dan  penyakit). Beberapa contoh tanaman yang bisa digunakan sebagai pesticida  misalnya daun mimbo, mahoni, gadung, tembakau, daun sirsak dan  sebagainya. Atau jika dalam keadaan yang sangat memaksa bisa menggunakan  pestisida kimia dengan catatan penggunaannya harus mengacu pada  prosedur kerja Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang sudah  ada. Contoh-contoh pestisida organik dan cara pembuatannya sesuai  Lampiran 3.
2.      Pestisida kimia
Penggunaan  pesticida kimia harus diminimalisir. Jika atas pertimbangan ekologi dan  social terpaksa harus menggunakan pesticida kimia, maka pemilihan jenis  pestisidanya harus yang tidak dilarang oleh FSC, WHO maupun peraturan  perundangan yang lainnya serta menggunakan prosedur keamanan dan  keselamatan sesuai dengan Lembar data keselamatan bahan masing-masing  (lihat MSDS). Beberapa jenis pesticida kimia yang beredar di Indonesia  terlampir (Lampiran 2). Penggunaan pestisida dalam pemberantasan hama  dan penyakit dapat dilakukan dengan beberapa cara :
a)  Dioleskan/bacok oles; cara ini digunakan untuk jenis pesticida sistemik,  contoh untuk pemberantasan hama penggerek batang atau penggerek pucuk.  Aplikasinya dengan membuat lubang pada batang dengan paku kemudian  cairan insektisida dimasukkan ke lubang atau melukai kulit batang sampai  dengan bagian luar kayu gubal (jaringan sebelah dalam jaringan  kambium), kemudian insektisida dioleskan dengan kuas atau disemprotkan  ke bekas bacokan. Selanjutnya  insektisida akan diangkut melalui jaringan gubal ke bagian batang atas. 
b) Ditabur pada tanah atau di campur dengan media tanam atau  media semai. Cara ini digunakan untuk jenis pestisida berwujud granular  (kode G dalam kemasan). 
c) Disemprot langsung pada target  hama/penyakit. Cara ini digunakan untuk jenis pestisida racun kontak  atau racun lambung yang memiliki kode SC, WP, EC.
d) Fumigasi; cara ini digunakan untuk jenis-jenis pestisida  fumigan. Contohnya untuk memberantas oleng-oleng dalam fase larva.  Caranya dengan memasukan insektisida fumigan pada lubang gerek kemudian  lubang ditutup malam.
Cara  penggunaan bergantung jenis hama yang menyerang dan kondisi tanaman yang  diserang.
C.  Musuh Alami
Penggunaan musuh alami dengan  pengendalian biologis  yaitu penggunaan serangga atau bakteri dalam  pengendalian hama secara innundative (pelepasan musuh alami  secara berulang dengan jenis lokal) dan klasikal (pelepasan musuh  alami secara tidak berulang dengan jenis eksotik). Musuh alami kita  pilih musuh alami yang paling dekat dengan target hama, kita pilih yang  terbatas/lebih sedikit sehingga tidak akan menyerang di luar target.  Penggunaan musuh alami harus mengacu pada aturan penggunaan kontrol  biologi. 
Penciptaan  musuh alami juga dibarengi dengan penciptaan habitat hidup bagi  predator alami tersebut misalnya penanaman pohon atau tegakan sebagai  tempat bersarang atau penghasil biji makanan predator. Secara umum  prinsip penggunaan musuh alami tetap memperhatikan keseimbangan  ekosistem yang ada.
PENGELOLAAN PASCA PENGENDALIAN
A.  Pengumpulan Data Dan Informasi Kerusakan
Sebagai bahan  evaluasi diperlukan pengumpulan data lebih lanjut terkait dengan jumlah  pohon dan volume pohon per m³ serta analisa tingkat kerugiannya. Juga  dilakukan pemetaan lokasi yang diserang dengan peta kerja skala 1  :10000. 
B.  Sanitasi Lokasi Bekas Serangan Hama Dan  Penyakit
Sanitasi lokasi bekas serangam dilakukan  guna lebih menjamin bahwa pada lokasi tersebut sudah benar-benar bersih  dari sumber dan faktor-faktor yang dapat menstimulasi berkembang kembali  hama dan penyakit. Sanitasi dapat dilakukan dengan kegiatan sebagai  berikut :
a.    Pembakaran Tumbuhan Bawah
Pada proses pembakaran  tumbuhan bawah diharuskan untuk membuat sekat bakar/ilaran api dengan  menggunakan sekat bakar alami (menggunakan tanaman yang dapat menahan  api)
b.    Pengolahan Tanah
Pengolahan  tanah harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
 Pengolahan tanah tetap mempertahankan kesuburan tanah
 Peralatan yang digunakan tidak merusak tanah
 Pembersihan areal dilakukan dengan tujuan mengurangi sumber  hama.
C.  Rehabilitasi
Kegiatan rehabilitasi ditujukan untuk kembali memulihkan  kondisi sumberdaya hutan seperti pada kondisi semula. Kegiatan  rehabilitasi dilakukan dengan penggunaan bibit unggul, pemilihan jenis  tanaman yang sesuai dengan arealnya, dan penggunaan jenis tanaman  resisten dengan  penjelasan sebagai berikut  : 
Pemilihan  bibit yang sehat
      Pemilihan bibit yang sehat sangat  penting dilakukan sebagai upaya pencegahan terhadap HPT yang dicirikan  dengan batang kuat, daun segar (hijau dan tidak berlubang), fisik tidak  tampak adanya serangan bakteri patogen dan lain-lain.
   Pengolahan tanah
Pengolahan  tanah bertujuan untuk menciptakan tingkat aerasi yang baik yang berguna  bagi tanaman pokok dan menciptakan lingkungan yang tidak nyaman bagi  hama dan penyakit.
Pengolahan  tanah dapat dilakukan dengan menambahkan pupuk sehingga kandungan humus  akan meningkat. Dengan demikian kemampuan tanah untuk mengikat air  menjadi tinggi dan tanah menjadi tidak mudah kering. Pengaturan drainase  untuk menciptakan sistem tata air mikro yang dapat menciptakan drainase  yang baik sehingga tingkat kelembaban pada kondisi yang tidak dapat  atau menghambat tumbuh dan berkembangnya hama dan penyakit.
    Pemilihan jenis yang tepat
Jenis tanaman  dengan sifat resisten terhadap serangan hama dan penyakit dapat  diperoleh secara karakter alami atau dengan penerapan bioteknolgi berupa  pemuliaan pohon. Setiap spesies atau varietas mempunyai mekanisme  pertahanan terhadap hama dan penyakit yang berbeda. Pemilihan jenis yang  resisten ini bukan bertujuan untuk menghilangkan hama sama sekali  karena hama juga mempunyai mekanisme evolusi tersendiri untuk  beradaptasi, tetapi minimal dapat menekan laju perkembangan hama dan  penyakit.
Pemilihan jenis yang tepat dapat dilakukan  dengan pengamatan umum tegakan yang telah lama tumbuh di tempat (indigenous  trees) dengan mempertimbangkan aspek lain tentu saja. Panaman jenis  eksotis harus dicampur dengan jenis lokal guna meminimalisir dampak  serangan hama dan penyakit.
      Pengaturan pola tanam dan jarak tanam
Pengaturan  pola tanam terkait dengan hama dan penyakit ditujukan untuk menciptakan  tingkat kelembaban tanah yang tidak terlalu tinggi. Pola tanam  tumpangsari dapat mendukung berkembang biaknya hama dan penyakit jika  tidak tepat dalam pemilihan jenisnya. Pengaturan pola tanam dan jarak  tanam disesuaikan dengan jenis tanaman. Pengaturan jenis tumpangsari,  perlu dipilih jenis tanaman tumpangsari yang tidak mensyaratkan  penggenangan air/tanah dan selalu lembab. Apabila kondisi lahan  cenderung lembab agar diupayakan penggantian jenis non jati yang toleran  terhadap kelembaban tanah yang tinggi.
D.  Monitoring dan Evaluasi
Untuk mengetahui efektifitas dari upaya pemberantasan  mendapatkan data pengamatan dari upaya penanggulangan yang dilakukan,  dilakukan pengamatan periodik pada lokasi yang pernah terserang hama dan  penyakit  dibuat plot pengamatan permanen yang terdiri atas berbagai  perlakuan yang diterapkan
Monitoring  dilakukan satu bulan sekali/penilaian kondisi tanaman dilakukan sebelum  pembuatan maupun secara berkala setelah aplikasi perlakuan sangat  penting dilakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar