Minggu, 01 Januari 2012

PARADIGMA PERTANIAN INDONESIA




Indonesia adalah negara sejuta pesona yang dikenal kaya akan sumber daya alam, tanah yang subur, daratan yang luas dan penduduknya ramah. Tetapi kenyataanya tidak demikian, negara sejuta pesona adalah masa lalu dan sekarang yang ada hanya negara dengan sejuta kenistaan. Pemerintahan yang carut marut, kemiskinan yang membudidaya, kejahatan yang menjadi kebiasaan dan popularitas menjadi kebanggaan.
Apa penyebab hal ini bisa terjadi? penyebabnya hanyalah soal makan. Pemerintahan yang carut marut, kemiskinan yang membudidaya, kejahatan yang menjadi kebiasaan dan popularitas adalah kebanggaan, semuanya hanya berpegang pada satu tujuan yakni makan yang tercukupi dengan cara apapun.
Makanan seharusnya tidak perlu diperjuangkan dengan sedemikian gigihnya jika kita mampu mengelolah dan mengorganisasikan pertanian dengan tepat dan sesuai serta seimbang. Dikatakan tepat, apabila masyarakat dapat mengoptimalkan lahan yang begitu luas dan subur serta kaya akan sumber daya alam yang didukung oleh sebuah sistem pemerintahan, peraturan-peraturan dan sarana yang baik. Sesuai yakni mengusahakan kekayaan alam, luas lahan dan kesuburan tanah dengan jenis usaha yang cocok dengan kondisi lingkungan dan sosial apakah untuk pertambangan, industri, dan pertanian. Seimbang jika usaha-usaha yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan dan diperuntukan baik untuk pangan, perkebunan dan pertambangan serta pemukiman. Hal inilah yang tidak terlihat pada saat sekarang ini.
Pada zaman kerajaan-kerajaan dulu sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura menjadi sektor yang paling diprioritaskan oleh penguasa-penguasa kerajaan  untuk mewujudkan pemerintahan yang adil, makmur dan sejahtera. Dan karena sektor ini pula penjajah datang ke Indonesia dengan tujuan menguasai lahan, usaha dan rakyatnya demi kesejahteraan mereka. Kenapa? Karena mereka telah memahami arti dan makna dari sebuah pangan.
Namun yang terjadai saat ini, baik Pertanian tanaman pangan, perkebunan, pemukiman, industri dan pertambangan tidak tepat, sesuai dan seimbang.  Paradigma pertanian di Indonesia sekarang lebih mengarah kepada perkebunan yang notabenenya dipergunakan dan diperuntukan untuk industri dan pertambangan. Komoditas sektor perkebunan yang paling populer dan mendominasi adalah kelapa sawit, dimana-mana masyarakat mengusahakan kelapa sawit bahkan mereka rela mengalih fungsikan lahan produktif mereka untuk dikelola dan dimanfaatkan selain usaha tanaman pangan dan hortikultura. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa parameter yakni :
1. Luas Lahan dan Centra Produksi
Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Jambi, Palembang, Bengkulu, Kalimantan barat, Kalimantan timur, Irian jaya dll. Pada umumnya mayoritas penduduk mengusahakan pertanian perkebunan kelapa sawit yang 10 x lipat luasnya dari pada luas lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Parahnya, hampir disetiap desa di Daerah-Daerah tersebut mengembangkan komoditas kelapa sawit. Sementara untuk komoditas tanaman pangan hanya ada dibeberapa kecamatan saja disetiap daerahnya dengan luas lahan yang berbanding jauh. Begitu pula halnya dengan komoditas tanaman hortikultura hanya diusahakan sebagai tanaman perkarangan dan jumlah masyarakat yang mengusahakan juga sangat memprihatinkan.

2. Industri Pendukung
            Industri pendukung perkembangan komoditas tanaman kelapa sawit sangat banyak dan tersebar secara merata dan bahkan hampir disetiap kecamatan setidaknya memiliki 3-5 industri pengelolaan kelapa sawit sehingga prospek peningkatan kesejahteraan dapat tercapai dengan cepat selain itu, industri-industri pendukung lainnya seperti pupuk, benih, dan otomotif memberikan kemudahan bagi para petani kelapa sawit untuk memiliki produk-produk yang mereka hasilkan. Sementara, industri pendukung tanaman pangan dan hortikultura sangat langka ditemui, seperti rice milling unit, industri makanan hanya ada 1-2 disetiap provinsi dan itu tidak juga semua provinsi ada. Dari ini saja sudah terlihat jelas bahwa pemerintah lebih respek terhadap perkebunan dari pada tanaman pangan yang menghasilkan makanan yang dilahap setiap hari.
3. Permodalan
            Sangat sulitnya memperoleh modal dalam pengembangan usaha pertanian tanaman pangan dan hortikulutra menjadi pemicu petani mengalihfungsikan lahan-lahan produktif mereka  untuk usaha tanaman perkebunan yang memang lebih mudah untuk mendapatkan modal usaha. Banyak cara untuk mendapatkan modal dalam usaha perkebunan kelapa sawit ini seperti dengan sistem bapak angkat. Kita punya lahan dan biaya pembangunan kebun kelapa sawit diserahkan kepada pihak pemberi modal yang pembayarannya melalui hasil dengan aturan-aturan yang telah ditentukan. Hal ini yang tidak terjadi pada sektor tanaman pangan dan hortikultura
4. Menguntungkan
            Usaha perkebunan kelapa sawit lebih menguntungkan baik dari segi harga, waktu, tenaga dan biaya dari pada usaha tanaaman pangan dan hortikultura. Bagaimana tidak ? kelapa sawit hanya butuh perawatan minimal 3 tahun pertama setelah itu, terserah mau dua minggu sekali atau 4 bulan sekali tidak maslah dan harganya juga relatif stabil dan tinggi. Sementara tanaman pangan dan hortikultura kita harus bekerja setiap hari, teliti dan sabar karena harga jual sangat rendah dan resiko rugi sangat besar.

Masalahnya, jika paradigma pertanian Indonesia masih tetap seperti ini dan berlangsung lama, apa yang akan kita makan? Buah sawit, CPO, atau pelepah sawit nya?
Dan ini lah yang menyebabkan negara kita negara yang tidak bisa mandiri (mandi sendiri, makan sendiri, tidur sendiri, bangun sendiri dll) dan berkembang. Kita akan selalu bergantung dari negara lain yang imbasnya kita tidak bisa bertindak jikalau terjadi suatu konflik dengan negara lain karena takut LAPAR DAN MALU MISKIN.



Tidak ada komentar:

bagaimana pendapat anda mengenai blog ini?