Senin, 29 November 2010

Pengaruh Suhu Terhadap Tanaman



Pengertian Suhu
      Suhu  mencakup dua aspek yaitu derajat dan insolasi. Insolasi menunjukan energi panas dari matahari dengan satuan gram/kalori/cm2/jam. Dimana 1 grm kalori digunakan untuk menaikan suhu satu gram air sebesar 10 C.
        Jumlah insolasi atau suhu suatu daerah berbeda-beda tergantung pada :
  1. Latitude yaitu letak  lintang suatu tempat. Pada daerah katulistiwa insolasi lebih besar dan berbeda dibandingkan dengan daerah sub-tropis atau daerah sedang. Suatu daerah yang letaknya semakin kekutub maka insolasinya semakain rendah karena sudut jatuh radiasi matahari semakin besar atau karena jarak matahari ke bumi semakin jauh. Akan tetepi insolasi total untuk suatu musim pertumbuhan  tanaman hampir sama karena panjang hari yang lebih lama
  2. Musim : Pada musim panas insolasi tinggi sedangkan pada musim hujan rendah
  3. Kejernihan atmosfer : semakin jernih atmosfer maka semakin tinggi insolasis yang diterima oleh bumi karena tidak adanya awan atau bintik-bintik air
  4. Konstanta matahari : merupakan jarak matahari dengan bumi. Semakin dekat jarak matahri ke bumi maka insolasi akan semakin tinggi.
Hubungan Suhu Dengan Tanaman
     Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Suhu mempengaruhi beberpa proses fisiologis penting yaitu :
  1. Buka dan menututupnya stomata
  2. Transpirasi
  3. Penyerapan air dan nutrisi (unsur hara)
  4. Fotosintesis
  5. Respirasi
  6. Kinerja enzim
  7. Cita rasa tanaman
  8. Pembentukan primordia bunga
        Peningkatan suhu sampai titik optimum akan diikuti oleh peningkatan proses-proses tersebut dan setelah melewati titik optimum proses tersebut mulai dihambat baik secara fisik maupun kimia. Menurunnya aktivitas enzim (degradasi enzim). Pada tanaman hortikultura suhu merupakan faktor penting dalam pembentukan primordia bunga, dimana dalam pembentukan bunga tanaman dibutuhkan suhu optimal yaitu suhu yang dibutuhkan tanaman dalam pembentukan primordia bunga. Dimana dalam pembentukan bunga tanaman memerlukan suhu optimal yaitu suhu yang dibutuhkan oleh tanaman dalam pembentukan primordia bunga. Selian itu juga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dan enzim pada suhu yang rendah umumnya aktivitas organisme tidak aktif atau dorman sedangkan pada suhu yang tinggi akan menimbulkan proses pembentukan protein dan enzim yang bercerai berai/rusak (denaturasi).
Pengaruh Suhu Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman
     Suhu yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman dikenal sebagai suhu kerdinal yaitu meliputi suhu optimum, suhu minimum dan suhu maksimum. Suhu kardinal yang dibutuhkan oleh  tanaman adalah berbeda-beda tergantung pada jenis tanamannya. Dimana suhu yang berada dibawah batas maksimum atau diatas optimum ini tidak baik untuk tanaman, keadaan tersebut sering disebut suhu ekstrim. Pengaruh faktor suhu pada tanaman menimbulkan gangguan-gangguan pada tanaman baik secara morfologi maupun fisiologinya. Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat dibedakan sebagai berikut :
Suhu Optimum
      Batas suhu yang membantu pertumbuhan dan perkembangan tanaman diketahui sebagai suhu optimum. Pada batas ini semua proses dalam perkembangan dan pertumbuhan tanaman akan berjalan baik dari segi morfologi muapun fisiologinya. Proses fisiologi tersebut antara lain yaitu :
  • Fotosintesis
  • Respirasi
  • Penyerapan air
  • Transpirasi
  • Pembelahan sel
  • Pemanjangan sel dan
  • Perubahan fungsi sel akan berlangsung secara baik sehingga akan diperoleh produksi maksimum pada setiap jenis tanaman kebutuhan akan suhu optimum ini bervariasi seperti pada tanaman C3 membutuhkan suhu optimumnya antara 270C-280C, sedangkan pada tanaman C4 suhu optimumnya adalah 300C-350C yang digolongkan menjadi : Tanaman yang menghendaki batas suhu optimum yang rendah (tanaman musim dingin), yaitu tanaman yang tumbuh baik pada suhu 45-600F dan Tanaman yang menghendaki batas suhu optimum yang tinggi (musim panas), yaitu tanaman yang tumbuh baik pada suhu antara 600F sampai 750F 
 Dari tipe-tipe tanaman tersebut diatas maka dapat dilihat contohtanaman pada tabel berikut.
Tanaman Musim Dingin (suhu Optimum = 45-600F)
Tanaman buah-buahan
Tanaman sayuran
Tanaman hias
  Apel, pear dan strawbery
   Kubis, wortel, kentang dll
       Gramenium, petunia
Tanaman Musim Dingin (suhu Optimum = 60-750F)
     Apricot, grape, citrus
     Tomat, waluh, ketimun
         Rose, orchid

 Dilihat dari segi morfologinya yaitu : Pertumbuhan dan perkembangan vegetatif tanaman, Pertumbuhan dan perkembangan generatif tanaman dan Daya perkecambahan dan daya tumbuh benih tanaman
Batas Suhu Yang Tidak Menguntungkan
  Batas suhu yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat dibedakan  baik secara morfoligi dan fisiologinya.
Suhu Diatas Maksimum yang berpengaruh terhadap : 
  1. Respirasi yaitu terjadinya proses respirasi dan absobsi air yang tinggi sehingga terjadi proses-proses perombakan protein dan terhambatnya kinerja enzim (denaturasi).
  2. Terganggunya pembentukan sel generatif yang  terjadi karena rusaknya pembelahan sel secara mitosis sehingga biji akan mandul atau kosong.
  3. Terjadinya translokasi yaitu terganggunya proses pengangkutan dan penyebarann assimilat (hasil fotosintesis) dari sumber fotosintesis ke bagian-bagian tanaman yang menggunakan atau menyimpan cadangan makanan seperti : buah, batang dan umbi.
  4. Terjadinya mutasi gen akibat adanaya suhu yang terlalu tinggi yang menyebabkan berubahnya susunan genetik tanaman atau adanya sinar gamma.
  5. Tanaman kekurangan unsur hara, karena suhu tinggi dapat mengganggu perombakan-perombakan senyawa-senyawa penting bagi tanaman.
  6. Tanaman menjadi layu akibat suhu yang tinggi sehingga absorbsi air yang rendah dan tingginya evapotranspirasi
Suhu Dibawah Minimum berpengaruh terhadap :
  1. Perlambatan pertumbuhan dan perkembangan serta menghambat pembungaan tanaman.
  2. Absorbsi unsur hara dan air terganggu karena air akan membekupada suhu dibawah minimum dan akar tanaman akan membeku yang menyebabkan fikositas  menjadi naik. Penyerapan unsur hara juga terganggu karena bakteri-bakteri pengurai akan mengalami dormansi atau istrihat
  3. Respirasi menurun karena kebutuhan air dan udara dalam tubuh tanaman menjadi rendah seiring rendahnya aktivitas-aktivitas dalam tubuh tumbuhan.
  4. Perkecambahan benih akan teganggu dimana embrio akan rusak yang disebabkan rusaknya membran sel dalam biji.
  5. Sufokasi (suffocationI) lambatnya pertumbuhan tanaman karena suhu udara yang rendah pada tanah dan kekurangan oksigen.
  6. Dedikasi yaitu terjadinya kekeringan fisiologis karena absorbso air terhambat karena kurangnya permeabilitas selaput akar atau karena naiknya visikositas air dalam air bahkan membeku.












Sejarah Perlindungan Hama Penyakit Tanaman

PENDAHULUAN

Dengan munculnya berbagai macam dan jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman budidaya yang berdampak terhadap produksi  nilai ekonomisnya, muncullah pemikiran dan inisiatif untuk mengendalikan serangan tersebut. Berdasarkan pemikiran inilah mulai muncul konsep perlindungan tanaman, dan  hingga kini terus berkembang sehingga dapat menciptakan suatu solusi pengendalian hama dan penyakit yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan tidak membahayakan terhadap petani maupun lingkungan hidup serta tidak mengganggu keanekaragaman hayatinya.Pengandalian hama dan penyakit tanaman merupakan bagian dari sistem budidaya tanaman yang bertujuan untuk membatasi kehilangan hasil akibat serangan OPT menjadi seminimal mungkin, sehingga diperoleh kwalitas dan kwantitas produksi yang baik.  
Pengendalaian  hama dan penyakit  tanaman merupakan salah satu konsep yang harus diterapkan dalam budidaya tanaman sehingga tercapai produksi yang maksimal. Konsep yang diterapkan yaitu menggunakan konsep pengendalian hama secara terpadu (PHT). Pengendalian hama dan penyakit tanaman harus menerapkan konsep-konsep yang ramah terhadap lingkungan, meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan serta mempertahankan keanekaragaman hayati yang ada.  Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional, yang sangat utama dalam manggunakan pestisida. Kebijakan ini mengakibatkan penggunaan pestisida oleh petani yang tidak tepat dan berlebihan, dengan cara ini dapat meningkatkan biaya produksi dan mengakibatkan dampak samping yang merugikan terhadap lingkungan dan kesehatan petani itu sendiri maupun masyarakat secara luas.
PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada dasar pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agro-ekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Sebagai sasaran teknologi PHT adalah : 1) produksi pertanian mantap tinggi, 2) Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, 3) Populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap pada aras secara ekonomi tidak merugikan dan 4) Pengurangan resiko pencemaran Lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Tiga komponen komponen dasar yang harus dibina yaitu : Petani, Komoditi dasil pertanian dan wilayah pengembangan dimana kegiatan pertanian berlangsung, disamping pembinaan terhadap petani diarahkan sehingga menghasilkan peningkatan produksi serta pendapatan petani, pengembangan komoditi hasil pertanian benar-benar berfungsi sebagai sektor yang menghasilkan bahan pangan, bahan ekspor dan bahan baku industri, sedangkan pembinaan terhadap wilayah pertanian ditujukan agar dapat menunjang pembangunan wilayah seutuhnya dan tidak terjadi ketimpangan antar wilayah.
Dengan konsep pengendalian hama dan penyakit terpadu yang semakin menunjukan peningkatan pengguaan dan aplikasinya, konsep pengendalian hama dan penyakit yang menerapakan penggunaan pestisida mulai ditinggalkan. Konsep perlindungan hama dan penyakit menggunakan pestisida ditinggalkan karena tidak sesuai dengan kaidah-kaidah lingkungan hidup yang menjaga kelestarian lingkungan dan keragaman hayati serta hilangnya beberapa musuh alami hama dan penyakit. Konsep lain yang mulai ditinggalkan adalah pertanian secara intensif  baik dalam budidaya maupun penanggulangan hama dan penyakit. Konsep penanggulangan ini hanyaberkonsentari terhadap produksi dan mutu hasil budidaya tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan seperti adanya zat-zat beracun yang ikut terbawa oleh hasil panen, hilangnya karegaman biota, dan dampak lainnya yang timbul akibat pertanian secara intensif tersebut.
Sejarah Perkembangan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
Gangguan OPT dapat menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas hasil serta kematian tanaman. Adanya ancaman OPT terhadap tanaman budi daya mengharuskan petani dan perusahaan pertanian melakukan berbagai upaya pengendalian. Sejarah perkembangan pengendalian hama dan penyakit di Indonesia dimulai sejak periode sebelum kemerdekaan, 1950-1960-an, 1970-an dan 1980 sampai sekarang. Pengendalian hama dan penyakit berdasarkan perspektif global terdiri atas beberapa zaman, yaitu zaman prapestisida, zaman optimisme, zaman keraguan dan zaman PHT. Zaman PHT dikelompokkan menjadi dua era, yaitu PHT berbasis teknologi dan PHT berbasis ekologi.
1. Zaman Prapestisida 
Pada zaman prapestisida, pengendalian hama dilakukan dengan cara bercocok tanam dan pengendalian hayati berdasarkan pemahaman biologi hama. Cara ini telah dilakukan oleh bangsa Cina lebih dari 3000 tahun yang lalu. Pada tahun 2500 SM, orang Sumeria menggunakan sulfur untuk mengendalikan serangga tungau (Flint dan van den Bosch 1990). Pengendalian secara bercocok tanam dan hayati pada tanaman padi telah dilakukan di Indonesia sejak zaman kerajaan di Nusantara, mulai dari Kerajaan Purnawarman, Mulawarman, Sriwijaya, Majapahit, Mataram sampai era penjajahan Belanda.  
2. Zaman Optimisme 
Zaman optimisme terjadi pada tahun 1945-1962. Pada zaman itu dimulai penggunaan insektisida diklor difenol trikloroetan (DDT), fungisida ferbam, dan herbisida 2,4 D (Flint dan van den Bosch 1990). Selama lebih kurang 10 tahun, penggunaan pestisida menjadi bagian rutin dari kegiatan budi daya tanaman, seperti halnya pengolahan tanah dan pemupukan. Pada zaman optimisme, pengendalian OPT tidak memerhatikan perkembangan pemahaman biologi hama. Petani ingin pertanamannya bebas hama sehingga melakukan aplikasi pestisida secara berjadwal dan berlebihan. 
3. Zaman Keraguan 
Zaman keraguan diawali dengan terbitnya buku Silent Spring oleh Carson (1962) yang membuka mata dunia tentang seriusnya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh DDT. Buku tersebut merupakan tangis kelahiran bayi dari gerakan peduli lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan berbagai jenis pestisida merusak kelestarian lingkungan biotik dan abiotik di daerah beriklim sedang maupun tropik. Salah satu contoh adalah lalat rumah menjadi resisten terhadap DDT sejak tahun 1946. Hal tersebut semakin menjadi perhatian pada era ini. Kurang berhasilnya pengendalian hama secara konvensional mendorong berkembangnya paradigma baru yang berusaha meminimalkan penggunaan pestisida serta dampak negatifnya. Paradigma tersebut dikenal dengan istilah PHT klasik atau PHT teknologi karena pendekatan paradigma ini berorientasi pada teknologi pengendalian hama. 
4. Zaman PHT Teknologi
Tahun 1970 merupakan awal dari revolusi hijau pestisida, pupuk sintetis, dan varietas unggul (IR5, IR8, C4, Pelita I-1 dan Pelita I-2), yang merupakan paket produksi. Teknologi baru ini mendorong timbulnya permasalahan wereng coklat, yaitu munculnya biotipe baru. Revolusi hijau telah mendorong petani makin bergantung pada pestisida dalam mengendalikan OPT. Kondisi ini telah menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. PHT diawali dengan terbentuknya Environmental Protection Agency (EPA) di Amerika Serikat pada tahun 1972 dan pengalihan wewenang registrasi pestisida dari Departemen Pertanian ke EPA. Pada tahun 1980-1990, berbagai negara menetapkan PHT sebagai kebijakan nasional. Zaman PHT diperkuat oleh terbentuknya KTT Bumi di Rio de Janeiro pada tanggal 14 Juni 1992, mengadopsi seksi I Integrated Pest Management and Control in Agriculture dari Agenda 21 Bab 14 tentang Promoting Sustainable Agriculture and Rural Development. PHT dicetuskan oleh Stern et al (1959). Selanjutnya, paradigma PHT berkembang dan diperkaya oleh banyak pakar di dunia serta telah diterapkan di seluruh dunia. Di Indonesia, PHT didukung oleh UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Inpres No 3/1986 yang melarang 57 jenis insektisida, dan PP No. 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman. Pada tahun 1996 keluar keputusan bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian tentang batas maksimum residu, serta UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan. 
5. Zaman PHT Berbasis Ekologi
Paradigma baru PHT menempatkan petani sebagai penentu dan pelaksana utama PHT di tingkat lapangan. Kenmore (1996) menyatakan bahwa dalam perkembangan perkembangannya, PHT tidak terbatas sebagai teknologi saja, melainkan telah berkembang menjadi suatu konsep mengenai proses penyelesaian masalah OPT di lapangan. PHT berbasis ekologi didorong oleh pengembangan dan penerapan PHT berdasarkan pengertian ekologi lokal hama dan pemberdayaan petani sehingga pengendalian hama disesuaikan dengan masalah yang ada di tiap-tiap lokasi (local specific). Paradigma PHT berbasis ekologi lebih menekankan pengelolaan proses dan mekanisme ekologi lokal untuk mengendalikan hama dari pada intervensi teknologi. Ekologi lokal yang dikemas ke dalam kearifan lokal (local wisdom) menjadi eco-farming melalui pemanfaatan mikroorganisme lokal untuk mendapatkan agens hayati yang sesuai untuk pengendalian hama. Selanjutnya, Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) diterapkan pada tanaman pangan, sayuran, dan perkebunan. 
6. Pengendalian Hama Terpadu
Sejak satu abad yang lalu, para pakar perlindungan tanaman telah mengetahui bahwa pengendalian hama dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami, tanaman resisten, dan pengelolaan lingkungan (rotasi tanaman, sanitasi, dan pengelolaan tanah). Pengertian PHT atau integrated pest control ata  integrated pest management adalah system pengambilan keputusan dalam memilih dan menerapkan taktik pengendalian OPT yang dipadukan ke dalam strategi pengelolaan usaha tani dengan berdasarkan pada analisis biaya/manfaat, dengan mempertimbangkan kepentingan dan dampaknya pada produsen, masyarakat, dan lingkungan.

Tekhnik pengendalian OPT meliputi :
  1. penggunaan varietas tahan atau toleran
  2. mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat dengan berbagai kultur teknik
  3. memanfaatkan agens hayati yaitu predator, parasitoid, dan patogen serangga
  4. menerapkan pengendalian secara fisikmekanik
  5. menggunakan zat-zat kimia semio seperti hormon/feromon, pengendalian secara genetik dengan teknik jantan mandul
  6. menggunakan pestisida bila diperlukan.
 PHT bukan tujuan, melainkan suatu pendekatan ilmiah untuk mencapai sasaran, yaitu pengendalian hama agar secara ekonomis tidak merugikan, mempertahankan kelestarian lingkungan, serta menguntungkan petani dan konsumen. PHT pada awalnya adalah perpaduan antara pengendalian secara hayati dan pengendalian kimiawi. Konsepsi tersebut kemudian berkembang menjadi perpaduan semua cara pengendalian dalam satu kesatuan untuk mencapai hasil panen yang optimal dan dampak eksternal terhadap lingkungan yang minimal. Dengan demikian, falsafah PHT adalah suatu pendekatan pertanian berkelanjutan dengan landasan ekologi yang kokoh, bukan melakukan pemberantasan atau pemusnahan hama dan penyakit, tetapi mengelola atau mengendalikan tingkat populasi hama atau penyakit agar tetap berada di bawah ambang kerusakan secara ekonomis.
Meningkatnya populasi hama disebabkan oleh berkurangnya musuh alami serta timbulnya resistensi dan resurjensi. Sebagai contoh adalah kasus meningkatnya populasi wereng coklat. PHT wereng coklat merupakan konsep pengendalian untuk mengurangi populasi dengan menerapkan komponen PHT, yaitu varietas tahan, pergiliran tanaman, dan memanfaatkan musuh alami. Mencegah atau memperlambat resistensi dan resurjensi wereng coklat adalah dengan menghindari penggunaan insektisida dan bahan aktif yang sama secara terus menerus. Penerapan PHT memberikan nilai positif terhadap peningkatan produksi serta keterampilan dan pengetahuan petani sehingga dapat mengurangi penggunaan insektisida. Hasil pengkajian pengurangan insektisida pada tanaman padi saja mencapai Rp19.000/ha. Luas panen pada tahun 2008 sebesar 12,38 juta ha. Pada saat sekarang, harga pestisida rata-rata Rp100.000/liter dan tidak ada subsidi pestisida dari pemerintah sehingga pengurangan biaya produksi tidak kurang dari Rp1,2 triliun/musim tanam. Penghematan penggunaan insektisida dalam satu tahun (dua kali tanam) adalah Rp2,4 triliun.
Penerapan PHT dalam Pengelolaan Tanaman Terpadu bertujuan untuk meningkatkan produktivitas secara berkelanjutan dan efisiensi produksi dengan memerhatikan sumber daya dankemampuan petani. PTT dapat ditempuh melalui empat prinsip, yaitu : PTT merupakan suatu pendekatan dalam budi daya tanaman yang menekankan pada pengelolaan tanaman, lahan, air, dan PHT, PTT secara sinergis memanfaatkan komponen teknologi, PTT memerhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik dan sosial ekonomi petani dan PTT bersifat partisipatif, yang berarti petani berperan aktif dalam memilih teknologi yang sesuai dengan keadaan setempat dan memiliki kemampuan melalui proses pembelajaran 
      Komponen teknologi yang diterapkan melalui PTT adalah :
  1. Penggunaan varietas unggul baru spesifik lokasi
  2. Penggunaan benih bermutu 
  3. Penanaman 1-3 bibit per lubang 
  4. Peningkatan populasi tanaman melalui sistem tegel 20 cm x 20 cm atau jajar legowo 
  5. Penyiangan menggunakan rotary weeder atau landak 
  6. Pengendalian Hama Terpadu  
  7. Panen menggunakan mesin thresher
Di sisi lain, pertanian berkelanjutan dapat memperbaiki kualitas hidup umat manusia karena pertanian berkelanjutan merupakan pengelolaan, konservasi sumber daya alam, orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan sehingga dapat menjamin pemenuhan dan pemuasan kebutuhan manusia secara berkelanjutan untuk generasi sekarang dan yang akan datang.
Konsep Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Terpadu
Perlindungan tanaman merupakan bagian dari sistem budidaya tanaman yang bertujuan untuk membatasi kehilangan hasil akibat serangan OPT menjadi seminimal mungkin, sehingga diperoleh kwalitas dan kwantitas produksi yang baik. Sejak Pelita III pemerintah telah menetapkan sistem PHT sebagai kebijakan dasar bagi setiapprogram perlindungan tanaman, dasar hukum PHT tertera pada GBHN II dan GBHN IV serta Inpres 3/1986 yang kemudian lebih dimantapkan melalui UU No.12/1992 tentang sistem Budidaya Tanaman. Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional, yang sangat utama dalam manggunakan pestisida. Kebijakan ini mengakibatkan penggunaan pestisida oleh petani yang tidak tepat dan berlebihan, dengan cara ini dapat meningkatkan biaya produksi dan mengakibatkan dampak samping yang merugikan terhadap lingkungan dan kesehatan petani itu sendiri maupun masyarakat secara luas. Secara ekonomi kebijakan pemerintah sebelum tahun 1989 memberikan subsidi yang besar untuk Pestisida sebesar antara 100 – 150 juta US$ atau sekitar 150 milyar rupiah pertahun, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kembali efisiensi dan efektifitas pengendalian serta untuk membatasi pencemaran lingkungan maka kebijakan dan pengendalian secara konvensional harus dirubah menjadi pengendalian berdasarkan konsep dan prinsip PHT. Kemudian secara bertahap subsidi pestisida di cabut, dan baru tahun 1989 subsidi tersebut sepenuhnya dicabut, metoda yang cukup baik dan mudah dilaksanakan melalui pola Sekolah Lapang PHT (SLPHT) dengan menganut pola pendidikan orang dewasa yaitu belajar dari pengalaman sendiri langsung di lapang.
Konsep dan Strategi Penerapan PHT
PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada dasar pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agro-ekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Sebagai sasaran teknologi PHT adalah :
a)      produksi pertanian mantap tinggi,
b)      Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat,
c)      Populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap pada aras secara ekonomi tidak merugikan dan
d)     Pengurangan resiko pencemaran Lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan
Tiga komponen komponen dasar yang harus dibina, yaitu : Petani,Komoditi dasil pertanian dan wilayah pengembangan dimana kegiatan pertanian berlangsung, disamping pembinaan terhadap petani diarahkan sehingga menghasilkan peningkatan produksi serta pendapatan petani, pengembangan komoditi hasil pertanian benar-benar berfungsi sebagai sektor yang menghasilkan bahan pangan, bahan ekspor dan bahan baku industri, sedangkan pembinaan terhadap wilayah pertanian ditujukan agar dapat menunjang pembangunan wilayah seutuhnya dan tidak terjadi ketimpangan antar wilayah.
Banyak persoalan yang dihadapi oleh petani baik yang berhubungan langsung dengan produksi dan permasalahan hasil pertanian maupun yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, selain merupakan uasaha bagi petani, pertanian sudah merupakan bagian dari kehidupannya sehingga tidak hanya aspek ekonomi saja tetapi aspek yang lainya juga merupakan peranan penting dalam tindakan-tindakan petani, dengan demikian dari segi ekonomi pertanian berhasil atau tidaknya produksi dan tingkat harga yang diterima oleh petani untuk hasil produksinya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku dan kehidupan petani itu sendiri. Sejalan dengan kemajuan teknologi maupun perkembangan struktur sosial, ekonomi dan budaya teknologi baru di pedesaan dapat membantu warga desa dalam meningkatkan usahataninya dalam arti memperbesar hasil, meningkatkan pengelolaan untuk mendapatkan atau nafkah dalam usahataninya tersebut atau dalam usahatani lainnya, sedangkan teknologiadalah merupakan pengetahuan untuk menggunakan daya cipta manusia dalam menggali sumber daya alam dan memanfatkanya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. 
Tujuan Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
PHT adalah upaya yang terencana dan terkoordinasi untuk melembagakan penerapan prinsip-prinsip PHT oleh petani dalam usahataninya serta memasyarakatkan pengertian-pengertian PHT dikalangan masyarakat umum dalam rangka pembangunan pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. “Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dengan menggunakan salah satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalia yang dikembangkan dalam satu kesatuan, untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup" dengan tujuan : Menjamin kemantapan swasembada pangan. Menumbuhkan Kreativitas, dinamika dan kepemimpinan petani. Terselenggaranya dukungan yang kuat atas upaya para petani dalam menyebarluaskan penerapan PHT sehingga dapat tercipta pemabngunan pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Usaha pokok Pengendalian Hama Terpadu (PHT) : 1. Mengembangkan sumberdaya manusia antara lain menyelenggarakan pendidikan formal dan non formal bagi petani dengan pola Sekolah Lapangan PHT, dan pelatihan bagi petugas terkait yakni Pengamat Hama dan Penyakit (PHP), Penyuluh Pertanian dan Instansi terkait lainya, 2. Mengadakan studi-studi lapangan dan penelitian yang memberikan dukungan atas strategi, pengembangan metode, dan penerapan PHT untuk tanaman padi dan palawija lainya, 3. Memperkuat kebijaksanaan, pengaturan dan penyelenggaraan pengawasan terhadap pengadaan, pembuatan, peredaran serta pemakaian pestisida yang berwawasan lingkungan dan 4. Memasyarakatkan pengembangan konsep PHT di Indonesia.
Perkembangan Hama dan Penyakit Tanaman
Umumnya hewan yang menjadi hama adalah serangga. Hal ini disebabkan termasuk golongan yang mempunyai keragaman jenis tinggi dan kemampuan berkembang biak tinggi pula. Pengertian hama sendiri bisa disimpulkan adalah suatu organisme yang mengangu dan merusak tanaman sehingga menurunkan produksi tanaman budidaya.Untuk menemtukan setatus binatang/hewan menjadi hama adalah :
a. Jika binatang tersebut menurunkan biaya produksi tanaman secara kualitas
b. Jika binatang tersrbut mengadakan suatu persaingan terhadap kepentingan manusia
c. Jika binatang tersebut sudah menjadi permasalahan dalam usaha pertanian.
A. Jenis-Jenis Hama
Manusia memberikan jenis-jenis hama antara lain :
a. Hama senmentara (Occasional Pest) atau hama kedua (secondary pest) adalah binatang yang populasinya meningkat sewaktu-waktu dan menyebabkan kerusakan tetapi tidak begitu berarti. Binatang ini akan berubah setatusnya menjadi hama bila musuh alaminya atau pengendali alamnya dirusak manusia secara sengaja atau tidak sengaja.
b. Hama Utama (Potential Pest/Mayor Pest) adalah binatang dari hasil perubahan setatus dari hama sementara atau hama kedua yang memang pemakan makanan tanaman budidaya.
c. Hama pindahan adalah binatang yang datang secara periodic dari daerah lain secara kelompok besar dan tidak memetap setatusnya. Hama pindahan ini meninbulkan tingkat kerusakan khusus yang berat akibat sifatnya yang mobil dan menginfeksi pada tanaman budidaya secara periodik dalam waktu singkat.
B. Timbulnya Hama
Factor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya hama bagi tanaman terdapat beberapa sebab diantaranya adalah :
a. Penanaman satu jenis tanaman (monokultur)
b. Pemasukan jenis tanaman baru
c. Pemasukan species hama atau binatang baru dan iklim yang berlainan.
d. Pemupukan/unsure hara
e. Pengunaan pestisida
f. Hasil pemuliaan tanaman
g. Masa tanaman
Binatang-binatang yang menjadi hama
Binatang yang berperan menjadi hama adalah dari kelompok invertebrate phylum arthropoda dan molusca. Untuk molusca hanya ordo pulmonata yautu bekicot yang berperan menjadi hama. Sedangkan dari antrhopoda ordo acarina yaitu tungau (mites) juga bersetatus hama sedangkan yang lain ordo Aracchinida.
1. Mollusca
Seperti bekicot ada 2 jenis yaitu yang berumah keras diatas punggungnya seperti bentosites sp. Avhatina fulica yang tidak berumah tetapi punggungnya keras seperti limax maxima dan mirella sp. Kerusakan yang ditimbulkan cukup hebat apalagi setelah turun hujan atau lahan setelah dialiri air.
2. Tungau (Mites)
Tungau ini menyerang dengan menusuk dan mengisap cairan sel tanaman dengan alat mulutnya. Akibatnya permukaan tanaman berubah menjadi putih keperakan dan akhirnya menjadi coklat. Apabila terdapat pada jeruk bisa menimbulkan gall (pembengkakan) dan sering dinamakan CITRUS GALL
3. TIKUS (Ratuus sp)
Tikus termasuk golongan hama disebabkan mempunyai beberapa kelebihan dari hama yang lain seperti : mempunyai mobilitas tinggi merusak tanaman dalam jumlah besar dan dalam waktu singkat, stadia kerusakan luas dari awal tanam sampai pasca panen dari segal;a jenis tanaman.
Tikus cenderung untuk hidup bergerombol dalam kelompok-kelompok besar sejenisnya dan kepadatan populasinya akan sepat meningkat apabila habitat hidupnya mengalami kesesuaian kehidupan anak turunya. Kesesuaian tersebut antara lain tersedianya makanan, tempat untuk berlindung dari kondisi lingkungan yang buruk.
4. Serangga (Insect)
Serangga merupakan hama terbanyak jenisnya. Hal ini disebabkan serangga mempunyai keseragaman dalam hal struktur dan fisiologi, disamping daya adaptasi yang luar biasa terhadap berbagai kondisi kehudupan yang berbeda. Secara besar terbagi dua golongan yaitu serangga yang berguna ( beneficial ) dan serangga yang merugikan (Pest). Kalau dilihat dan diketahui bahwa serangga termasuk dari golongan artropoda dan mempunyai karakteristik sebagau berikut :
  1. Mempunyai kerangka luar
  2. Berkemampuan menyerang dan mempertahankan diri terhadap mush-musuh alamnya.
  3. Bersayap dan tidak
  4. Berdarah dingin
  5. Berkemampuan melihat kedepan unruk menjaga kelangsungan hidup keturunannya
  6. Bermethamorposis
  7. Mempunyai keragaman dalam makanannya
  8. Hidup di berbagai tipe habitat, mampu berkembang biak tinggi
Tubuh terbagi menjadi tiga daerah fungsional yaitu :
1. Caput ( kepala) terdiri dari mata tunggal. Alat mulut dan anthena bermacam-macam bentuk :
i. Bentuk benang : lipas, beberapa jenis kumbang dan ngengat
ii. Bentuk gergaji : beberapa jenis kumbang
iii. Bentuk gada ; beberapa jenis kumbang dan ngengat
iv. Bentuk siku : kumbang-kumbang moncong
2. Thorax ( dada) terdiri dari protorax, meshotorax, methatorax
3. Abdomen ( perut), beruas-ruas, berathena sepasang yang terdapat pada kepala dan berkaki tiga pasang atau enam buah.
4. Berkaki tiga pasang atau enam buah sebagai cirri serangga. 
Gejala serangan
a. Kerusakan pada bungga dan buah
Akibat seranggan serangga penusuk dan pengisap timbul gejala spot (bintik-bintik) lorengm juga bunga gugur apabila penyebabnya aphid dan trips, menimbulkan karat dan kudis
b. Perusakan pada biji
Tipe penusuk dan pengisap akan menyebabkan gejala bercak coklat atau hitam.
c. Perusak pada akar
Serangan terbanyak dari hama perusak akar adalah tergolong dari dari kelompok uret, meliputi ilat-ilat (larva). Ulatnya makan perakaran sedang imagonya pemakan daun tanaman pelindung dan hortikultura. Kombinasi akan bertambah parah apabila ada kombinasi dengan keadaan water stress pada tanah dan daun.
d. Perusak pada batang
Serangan yang ditunjukan pada batang oleh ulat tentara terutama tanaman muda dapat menimbulkan patahnya batang tanaman seperti tebu oleh hama penggerek tanaman seperti chilla auriccillius.
e. Kerusakan pada tunas daun
Pada kerusakan tunas dan daun disebabkan oleh serangga tipe mulut mengigit dan mengunyah, serangga tersebut islsh larva dan imago coleptera, larva Lepidoptera, larva dan imago orthoptera serta larva hymeptera, disanping itu hama ini bisa merusak pada bagian daun.
Pathogen
Pathogen ialah jasad renik atau mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman. Adapun jasad renik itu terduru daru virus, bakteru, fungi mikoplasma,ricketsia dan nematode. Pathogen ini sama dengan hama yaitu dapat mengakibatkan kerusakan hebat bagi tanaman, apabila kalau tersebar cukup luas. Pathogen akan menyebabkan penyakit dengan suatu cara seperti, mengisap isi sel tanaman, mengangu jalanya metabolisme sel dan menutup jaringan pembuluh, suatu dikatakan sehat apabila mamapu menjalankan fungsi fisiologisnya seperti pembelahan sel. Pengembalian mineral yang dibantu dengan proses fotosintesa dan dialirkan kebagian-bagian tanaman. Jika kegiatan tersebut terganggu disebabkan adanya pathogen atau penyebab lain sehingga aktivitas ikut berjalan tudak normal maka tanaman tersebut dikatakan sakit.
Golongan dan Perkembangan Penyakit
1. MENULAR : yang disebabkan oleh organisme hidup seperti bakteri, jamur, mikoplasma, nematode dan virus yang disebut penyakit abiotik
2. TIDAK MENULAR : yang disebabkan oleh adanya ganguan fisiologis akubat lingkungan seperti tanah air, udara, suhu, kelembaban, unsure hara, cahaya dan keasaman (pH) tanah yang disebut penyakit abiotik.
Sedangkan untuk proses perkembangannya penyakit terjadi beberapa macam tahap antara lain :
  • INOKULASI yaitu proses dimana pathogen mengadakan kontak langsung dengan tanaman.
  • Penetrasi yaitu masuknya pathogen kedalam jaringan tanaman inang, seperti masuk kesel epidermis melalui luka, lubang alami yakni stomata, hydatoda atau langsung menemnbus permukaan tanaman.
  • Infeksi yaitu proses pathogen mengadakan kontak dengan sel-sel jaringan tanaman dan mengambil makanannya atau disebabkan penyakit tersebut mengeluarkan enzim toksin
  • Inkubasi yaitu suatu interval antara infeksi pada tanaman dengan timbulnya gejala penyakit dan lamanya secara umum ditentukan oleh adanya kombinasi antara pathogen , inang dan lingkungan.
  • Invasi dan reproduksi yaitu fase terakhir dari infeksi selama pathogen mengadakan penyebaran dan didalam jaringan tanaman setelah mengadakan perkembangbiakan secara cepat dan dalam jumlah banyak.
Timbulnya penyakit :
Penyakit tanaman dilihat dari cara timbulnya digolongkan menjadi tiga cara antara lain :
1. Penyakit endemi yaitu penyerangan taraf ringan atau berat yang dilakukan secara meluas dan menurun. Disebut menurun karena setiap pergantuan musim penyakit tersebut selalu ada, hal ini disebabkan mampu bertahan dalam hidup pada tumbuhan-tumbuhan yang tidak dibudidayakan.
2. Penyakit epidemi yaitu penyerangan yang dilakukan secara timbul dan meluas, kadang kala ada atau suatu saat hilang dengan cara periodik atau bertahap.
3. Penyakit sporadis yaitu penyerangan yang dilakukan pada interval tidak teratur dan pada saat atau lokasi tidak tetap.
Gejala Penyakit :
Tanaman yang terserang gangguan hama dan penyakit akan mengalami pertumbuhan lamnbat , perubahan dari warna aslinya , layu dikarenakan kematian pada jaringan-jaringan sel. Gejala penyakit dapat bermacam-macam dan sering memberikan petunjuk yang khas untuk suatu penyakit tertentu. Maka akan diberi nama sesuai dengan gejala yang ditunjukan.
SIFAT GEJALA DIBEDAKAN DALAM DUA GOLONGAN :
1. Penyakit yang hanya terbatas dari bagian tertentu dari tumbuhan. Yang dinamakan gejala LOKAL.
2. Penyakit yang menyerang seluruh bagian tanaman seperti penyakit yang disebabkan oleh virus meskipun pada mulanya hanya pada bagian tertentu tapi akhirnya dengan cepat menyebar keseluruh tubuh tanaman. Gejala tersebut adalah sistematik
Bentuk gejala digolongkan :
1. gejala nekrotis yaitu terjadinya kematian dari sel-sel, jaringan, organ sampai seluruh tanaman.sebelum terjadi nekrose serangan biasanya didahului adanya perubahan warna dari menguning sampai perak, layu dan keluarnya air. Akibat perubahan tersebut akan menimbulkan ; nekrose, busuk, mati pucuk, klorosis, layu  dan damping-off.
2. gejala Hiperplasia yaitu terjadinya pertumbuhan yang luar biasa, sehingga bagian tumbuhan yang terserang berukuran besar atau berjumlah lebih bayak daripada normal.kejadian hyperplasia ini adalah merupakan pertumbuhan yang lebih cepat disbanding yang normal. Seperti ditunjukan pada tanaman-tanaman berupa : withces broom, gell (puru) atau tumor, kerurung,penggulungan, kudis (scab), intumesensi atau proliferasi.
3. gejala hipoplasia yaitu gejala kebalikan dari huperplasia disebabkan terhambatnya sel-sel tanaman mengakibatkan tanaman tumbuh tidak normal.
Pencegahan dan pengendalian tanaman
Pengendalian dan pencegahan penyakit tanaman pada dasarnya digolongkan menjadi dua kategori yaitu:
1. profilaksis yang terdiri dari eradikasi, perundang-undangan dan proteksi
2. immunisasi yaitu memberikan kekebalan yang bersifat turun temurun antar tanaman. Ketahanan didalam tanaman dibedakan menjadi beberapa macam yaitu : ketahanan fisis, ketahanan histologis, ketahanan fisiologis dan ketahanan biokhemis.
Kesimpulan
  1. Masalah dalam perlindungan tanaman antara lain menurunnya kualitas lingkungan, residu pestisida, terbunuhnya organisme bukan sasaran, dan keracunan pada manusia.
  2. PHT merupakan konsep pengendalian OPT secara ekologis dan teknologis dengan memanfaatkan berbagai komponen pengendalian yang kompatibel dalam satu kesatuan koordinasi system pengendalian yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Konsep PHT sejalan dengan PTT dan pertanian organik.
  3. Implementasi PHT memerlukan dukungan berbagai pihak, antara lain petani, peneliti, penentu kebijakan, pemerhati lingkungan, dan politisi. Implementasi PHT menghadapi berbagai tantangan, antara lain kelembagaan, pendidikan dan pelatihan yang berperan sebagai pakar, teknisi, praktisi, tenaga teknis, dan penyuluh PHT.
  4. Strategi untuk mengatasi pengaruh penggunaan insektisida terhadap OPT adalah penerapan PHT melalui pengembangan teknologi, jejaring informasi, proses pengambilan keputusan, pemberdayaan petani, dan penelitian pendukung PHT yang diwadahi oleh kearifan lokal yang tetap eksis di masing- masing daerah di Indonesia.
Saran
1.     Revitalisasi dan pengembangan kelembagaan  PHT di semua tingkat, dari pusat sampai petani sesuai kebutuhan local spesifik.
2.     Revitalisasi dan tindak lanjut yang lebih jelas tentang Keputusan Menteri Pertanian No. 517/Kpts/TP 270/9/2002 yang mengatur pengawasan pestisida yang beredar di Indonesia.
3.   Peninjauan kembali kebijakan subsidi dan harga hasil panen, terutama dalam implementasinya, agar menguntungkan petani sehingga mampu meningkatkan produksi secara nyata sesuai harapan pemerintah.

bagaimana pendapat anda mengenai blog ini?